“Aku sayang Bapak.”
Pernahkah mengucapkan kalimat tersebut kepada Bapak
kalian?
Seraya mendekapnya erat, merasakan degup jantung dan
helaan nafasnya yang kian terdengar melamban, tak sekuat dulu lagi.
Kalau belum, jangan bersedih! masih ada waktu untuk
segera melakukannya, bukan!
Jika ibu adalah seseorang yang memberikan kita
kehidupan, boleh kalau aku katakan bahwa bapak adalah seseorang yang
memperkenalkan dunia kepada kita.
Berapa banyak diantara kita memiliki jarak yang
sangat jauh atau bahkan terhalang tembok dengan sosok yang sering kita panggil
Bapak. Sedikit dari kita pada akhirnya menyesal karena setelah kepergiannya
tembok besar itu masih jadi penghalang.
Bukan lantaran kita tak menyayanginya lebih pada
kita masih belum juga bisa memahami sosok yang terkesan keras, gigih dan
tangguh itu.
Saat ini aku ingin berbagi cerita dengan kalian,
kisah dari seorang yang memiliki pengalaman yang berjarak dengan sosok Bapak
selama hidupnya. Cerita ini membantuku menjadi lebih tangguh menerima kepergian
Bapak lalu mengenang dalam setiap ingatan tentang kisah Bapak bersamaku selama
hidupnya.
Tasaro GK dengan perasaan yang ku pikir tak bisa
kubayangkan, bagaimana secara emosionalnya dia pada akhirnya bisa menyeleseikan
menulis buku ini.
“Patah Hati di Tanah Suci” adalah sebuah buku yang
patut aku ulas dan ku bagi di sini bersama kalian.
Melalui buku ini, Tasaro menuliskan surat panjang
kepada Bapaknya.
“..Aku
hampir-hampir kehabisan alasan untuk tetap peduli kepadamu, kecuali
kenyataan bahwa aku anakmu lahir oleh perantara dirimu. Kita tak punya banyak
kenangan, ya, Pak?”
Pada pusara sang Bapak, Tasaro memutar ulang
memorinya. Betapa berjaraknya hubungan yang mereka jalin selama ini. Ia
mengingat bahwa tak banyak percakapan yang mereka lakukan demi merekatkan
hubungan.
Ia mencoba
menceritakan kembali perjalanannya ke Tanah Suci, tempat yang paling ingin
didatangi Bapaknya sepanjang hidupnya. Sebuah perjalanan menggetarkan yang membuatnya menyusuri setiap jengkal
tanah yang 1.400 tahun sebelumnya Rasululloh Saw membangun sejarah di sana.
Tanpa diduga, menuliskan surat tersebut mengantarkan
Tasaro kembali pada kenangan-kenangan yang nyaris ia lewatkan. Bahwa
sesungguhnya Bapak masih selalu membersamainya pada berbagai peristiwa, meski
tanpa kata-kata..
*
Saat aku memesan buku ini, aku nggak pernah tahu
sebelumnya bahwa buku ini adalah cerita tentang kisah Tasaro dan Bapaknya. Dan
saat pertama kali aku menerimanya, lalu membaca halaman pertama. Aku nggak bisa
menahan emosi, tangisku menggelegar, meski awalnya aku berusaha menahan dan
mencoba membaca halaman demi halaman tapi, hatiku terasa sakit. Seketika
kenangan tentang Bapak melesat di benakku, saat itu seminggu setelah kepergian
Bapak untuk selama-lamanya.
Kalimat Penyemangat dari Penulisnya, Tasaro GK |
Jika dalam buku ini Tasaro menceritakan jarak
hubungan yang ia sesali bersama sang Bapak, aku sebaliknya. Kenangan menumpuk
saat bersama Bapak dalam berbagai kesempatan dari aku kecil hingga terakhir
saat aku menjemputnya dari rumah sakit, memangku tubuhnya yang tak berdaya,
bagian pinggul ke bawah mati rasa, terjatuh saat di rumah sakit. Dalam pangkuan
sepanjang perjalanan di dalam mobil, aku berusaha menahan air mata, mengajaknya
bercanda setiap kali Bapak mengeluh kesakitan. Bahkan kedua kakiku mati rasa
dan tanganku terasa sakit menopang tubuhnya.
Aku berpikir, dulu saat aku kecil,
Bapak selalu menggendongku seperti ini. Siapa sangka, momen perjalanan pulang
hari itu adalah hari terakhir aku bersamanya.
Kisah Tasaro tentang Bapaknya, sedikit banyak
membuatku ikhlas menerima kepergian Bapak di saat aku benar-benar terpuruk dan
hilang semangat kala itu.
Berbeda denganku, Tasaro menulis surat untuk
Bapaknya, menceritakan semua kisah kenangan masa kecilnya yang berjarak dan
hampir tak pernah berinteraksi dengan baik oleh sang Bapak. Ia menulis buku ini dengan bahasa yang mudah dimengerti dan alur yang runut
membawa pembaca khususnya saya ikut hanyut di dalamnya. Kau serasa ikut mengalami setiap peristiwa yang ia jabarkan dengan detail.
Dan yang lebih menggetarkan saat kisah perjalanannya Tasaro ke Tanah Suci, membuat jantungku berdegub kencang, iri dan entah tak bisa
kubayangkan. Perjalanan yang penuh dengan perjuangan dan kenangan tentang
Bapaknya. Perjalanan yang tak terduga dan yang tak bisa dipikirkan oleh manusia,
jika Tuhan sudah berkehendak. Mengantarkan Tasaro ke rumah suci dengan
cara-NYA.
Aku nggak bisa mengatakan kalau buku ini patut
dibaca oleh teman-teman kembali lagi ke masalah selera, tapi satu hal buku ini
akan membawamu untuk lebih memahami bahwa Bapak adalah sosok yang sangat
berarti dalam hidup kita, apapun karakter, sifat dan keangkuhannya.
Masih ada kesempatan khan untuk mengucapkan kepada
sosok tangguh itu, “Bapak, aku menyayangimu,” lalu memeluknya erat.
Ayolah.. runtuhkan ego-mu, gengsimu, keras kepalamu
dan kesalmu pada Bapakmu. Karena sesungguhnya sosok hebat berhati batu, keras
kepala, dan terkadang menyebalkan itu, telah banyak membuat kita mengenal dunia.
Tanpa dirinya, kita bukan siapa-siapa.
Kalaupun saat ini Bapak hanya sebuah kenangan,
kenapa kita nggak tulis saja kisah dan kenangan yang menyenangkan dan bahagia
ketika bersamanya.
Bapak bukan sosok yang lemah lembut seperti ibu, karena
dia sosok yang bertanggung jawab terhadap keluarganya, garis-garis pada
wajahnya yang kasar menunjukkan kepada kita, betapa kuatnya dia menjalani
hidup, mencari nafkah, menaklukkan dunia, demi kita, anaknya.
Always loving you Bapak.
Terima Kasih Tasaro GK untuk bukunya yang
menginsipirasi.
Bahwa setiap waktu dalam kehidupan di masa lalu jangan
dijadikan musuh di masa kini.
Karena kita tak akan pernah tahu, waktu bersamanya
seperti kedipan mata atau helaan nafas yang nyaris tak terasa.
Karena Bapak, kita ada.
Baca juga :
Review Novel The Heirs
Cerpen Selamat Tinggal Matahari
Museum House Of Sampoerna Surabaya
Museum Sejarah Bentoel Malang
38 Komentar
Dari awal baca langsung mewek.. Langsung teringat bapak yang udah ga ada. Jadi pengen baca bukunya langsung. Mba ratna juga ngereviewnya dengan amat jujur.. Keren mba. Ini buku ada di Gramed ga mba?
BalasHapusHai Kak Melati..
HapusMakasih atas komentarnya.
Buku ini ada di Gramedia dan toko online lainnya.
Dengan membaca review dari kak Ratna aku tertatik untuk membacanya. Anak dan orang tuanya memang sering kali perang pemikiran. Apalagi mempunyai kesamaan karaktsr seperti cerita Bang Eka.
BalasHapusBerbahagia mereka yg masih punya ayah, yang masih mempunyai kenangan tentang ayah. Karena sebagian orang diluar sana, tidak berkesempatan untuk mengenal sosok seorang ayah.
Yups betul banget.
HapusMakanya selagi masih ada waktu jika masih bersama Bapak, gunakan waktu sebaik mungkin.
Coba kalau ada cerita serupa, tapi tentang Ibu. Baca bukunya seminggu setelah ibu kita meninggal. Rasanya gimana tuh...
BalasHapusmemang sudah semestinya digalakkan bahwa sosok Bapak sama pentingnya seperti Ibu. tidak perlu sekuat baja, tidak perlu sungkan untuk menunjukkan emosi. Sebab menjadi panutan tidak perlu sempurna.
BalasHapusBener banget. Bahwa Ibu dan Bapak sama-sama memiliki tempat di hati kita.
Hapuswww.ekasiregar.com
BalasHapusDuh ini bikin saya gak sabar menamatkan cerita yang saya buat....
Pengen banget fokus nyelesainnya...
Semoga cepat selesai ya Bang tulisannya bisa berbagi pengalaman yang inspirasi nanti
Hapuswww.penceritadunia.com
BalasHapusSetiap ayah punya cara tersendiri utk membentuk anaknya.
Bangga punya papa yg spt papaku.
Iya setiap Bapak punya cara sendiri untuk mendidik anak-anaknya menjadi lebih kuat.
HapusReviewnya keren kak. Jadi kangen sama bapak dirumah, rasanya pingin pulang.
BalasHapusYo wes ndang balik loh 😉😊
HapusAku selalu terharu bava kisah sedih yang menyangkut orang tua. Tapi aku jelas nggak berani bilang sayang. Atau sekedar memeluk. Tapi waktu ortuku berangkat haji dah bener2 rontok pengen nangis dan ku peluk tak ingin kulepas takut kehilangan
BalasHapusBaru berasa ketika sebuah perpisahan di depan mata ya.
HapusTapi senang dan terasa gimana gituh setiap bisa memeluknya.
... dan sayapun lalu patah hati membaca review 'Patah Hati di Tanah Suci' teringat ayah yang selalu menunjukkan wajah tersenyum termasuk saat kami cerita hal yang menyesakkan. Bukan menghujani kami dengan banyak nasehat tapi mengajak kami menikmati karya seni termasuk saat kami susah hati. Terimakasih ayah
BalasHapusAyah yang menyenangkan dan menginsipirasi ya Mba Tuty.
Hapuswalaupun berbeda, tapi relate ya kak dengan kisah kakak..
BalasHapusterkadang secara ga sadar kita memang sudah berjarak dengan orangtua kita karena kesibukan-kesibukan kita, di rumah malah egois dengan berpikir ini adalah waktunya beristirahat padahal itulah saatnya waktu kita untuk mereka.
bapak kakak akan selalu di hati ya kak, semoga beliau tenang di sana..
Yups betul kita sukanya bahagia sendiri terkadang, nggak mau diganggu lah.. pengen istirahat lah dan sejuta alasan menghindar dari ortu.
HapusTapi alhamdulillah aku selalu nyempetin diri ngobro bahkan hape selalu aku taroh kalo lagi ngobrol sama ortu.
Langsung berkaca-kaca aku bacanya, Allhamdulillah bapakku masih ada jadi harus memanfaatkan waktu untuk memberikan yang terbaik ya. Bukunya menginspirasi banget, pingin baca nanti ah
BalasHapusYaaahh jadi ikut sedih, tgl 1 Muharram kemaren peringatan meninggalnya Bapakku 😖
BalasHapusBaca reviewnya jadi bikin penasaran.. smoga ketemu bukunya..hehe
BalasHapusSedih banget kak baca tulisan ini. Dari awal baca udah berkaca-kaca. Langsung teringat sama bapak. Btw, suka banget sama kalimat ini "Bahwa setiap waktu dalam kehidupan di masa lalu jangan dijadikan musuh di masa kini".
BalasHapuswalaupun berbeda, tapi relate ya kak dengan kisah kakak..
BalasHapusterkadang secara ga sadar kita memang sudah berjarak dengan orangtua kita karena kesibukan-kesibukan kita, di rumah malah egois dengan berpikir ini adalah waktunya beristirahat padahal itulah saatnya waktu kita untuk mereka.
bapak kakak akan selalu di hati ya kak, semoga beliau tenang di sana..
Aku termasuk anak yang deket sama bapaknya hihi.. bapak banyak kasih inspirasi buat aku. Nasehat2 bapak si jawa tulen ini, selalu aku bawa sampai kapanpuun... "Ojo dumeh, dadi uwong ki kudu sabar lan luhur prilakune" Katanya.
BalasHapusBener banget sosok Bapak sering terlupakan. Apalagi aku, Bapakku tipe orang yang nggak pernah meluk, jadinya aku juga nggak berani meluk Bapak. Trus pernah ada kejadian mengerikan juga seputar aku dan Bapak. Tapi sekarang kalo liat Bapak, aku sedih. Apalagi ditambah baca buku ini kali ya. Makin merasa bersalah sama Bapak.
BalasHapusAduhh aku nangis bacanya, sedihhh banget. Kalau bisa request waktu minta waktu sebentar saja buat bilang ini ke Bapak sambil peluk.
BalasHapusBagiku, bapak itu temen ngobrol yang asyik. Bisa untuk bertukar pikiran.
BalasHapusNyesek bgt baca review ini mbak. Boleh pinjam bukunya kah?
Kadang, kita enggak sadar dengan kebaikan sosok bapak yang membentuk karakter kita. Duh, jadi pengen baca bukunya kak setelah baca review ini.
BalasHapusSayang banget ya kalo orangtua berjarak sama anak. Bagaimanapun karakternya ayah tetaplah ayah. Aku stuju dgn kak Ratna
BalasHapusSaya baru tau kalau ada buku ini. Terakhir baca yang tentang ada bapaknya nangis di transjakarta sampe nutup muka karena takut diliatin banyak orang. Sepertinya kalau baca ini di kamar aku bisa nangis sejam ðŸ˜
BalasHapusDari judulnya awalnya kukira ini novel cinta-cintaan ternyata makin dibaca makin banyak insight yang aku dapat. Aku anak perempuan pertama, di rumah paling dekat dengan bapak, jadi mellow baca ulasan ini. Makasih Mba Ratna
BalasHapusKu termasuk yang bertembok dengan Bapak. Apalagi aku y bersaudara perempuan semua. Jadi Bapak itu pendiamnyaa...
BalasHapusBuku ini memotivasi pembaca buat ingat sama Bapaknya dan wujudkan sayang kita dalam ucapan untuknya. Tema buku yang keren!
Duh, aku mewek bacanya. Padahal lagi ceritain tema Bapak aja.
BalasHapusMungkin waktu bacanya lagi ga pas. Bapak, yang ku sebut ayah adalah orang yang seringkali ku ucapkan sayang dibanding bunda. Ada salahpun, bagiku ayah adalah dewa.
Semoga buku-buku yang bisa memberi inspirasi tetap banyak dibaca ya. amiin
Bapak bukan sosok yang lemah lembut seperti ibu, karena dia sosok yang bertanggung jawab terhadap keluarganya, garis-garis pada wajahnya yang kasar menunjukkan kepada kita, betapa kuatnya dia menjalani hidup, mencari nafkah, menaklukkan dunia, demi kita, anaknya.
BalasHapusYa ampuuun, Kak. Ini Bapak aku banget....hiks...
Duh selalu mau nangis kalo udah topik tentang Bapak. Justru karna sifatnya yg keras dan jarang bilang sayang sebenernya bapak sedang menunjukkan rasa sayangnya.
BalasHapusaduh jadi mewek ini kalo ngomongin bokap...
BalasHapusbawaannya mewek kalo dah ngomongin bokap.
BalasHapusJangan lupa komentarnya Kakak. Terima kasih sudah memberikan komentar baiknya.